PSIKOLOGI SOSIAL
A. DEFINITION
OF SOCIAL PSYCHOLOGY
Psikologi sosial merupakan salah satu cabang ilmu
Psikologi, yang mempelajari tentang bagaimana cara individu berinteraksi dengan orang lain. Pengalaman
yang diperoleh ketika manusia berinteraksi antara yang satu dengan yang lain
merupakan sumber pembelajaran utama yang menimbulkan motivasi soial dan
sebagainya.
B.
GROUPS
AND SOCIAL INFLUENCE
1.
Lynch Mobs
Lynch Mobs merupakan pergerakan suatu kerumunan massa, terdiri dari sejumlah
orang yang biasanya cenderung bernilai negatif. Misalnya kelompok aksi
unjuk rasa mahasiswa. Jika seseorang berada dalam kelompok, maka mereka
memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan tindakan-tindakan yang
mungkin tidak dilakukannya dalam kondisi sendiri. Dalam beberapa situasi, bila
kita bergabung dalam suatu kelompok, kita dapat merasa aninimous dan
tidak teridentifikasi. Perasaan ini yang dikenal dengan istilah deindividuation
(Zimbardo, 1969). Kondisi inilah yang akan meningkatkan suatu kemungkinan terjadinya kegiatan yang sebenarnya
tidak mungkin dilakukannya jika tidak bersama kelompoknya. Individu juga akan lebih agresif dari biasanya saat
dalam keadaan deindividuation.
2. Uninvolved Bystanders
Pada kondisi tertentu sekelompok orang
bisa saja tidak dapat melakukan apapun
ketika kita melihat orang lain melakukan
sesuatu. Contohnya dalam kasus Kasus Kitty Genoves yang tewas dalam pertarungan dengan orang lain selama 30
menit, yang disaksikan oleh 38 tetangganya tanpa seorangpun tergerak untuk
keluar menolongnya ataupun menelpon polisi agar kematian dapat dicegah.
Ada sebuah penelitian yang mengatakan,
jika seseorang berada dalam kerumunan orang banyak, kita cenderung tidak akan
menolong. Menurut Darley and Latané, hal ini dikarenakan kehadiran orang lain
mempengaruhi persepsi kita tentang perlukah orang lain tersebut ditolong dan
tanggung jawab kita untuk menolong. Hal ini dikenal dengan Diffusion of
responsibility, yang merupakan konsep dimana, apabila kita berada dalam
suatu kelompok berefek pada menurunnya tanggung jawab personal kita untuk
berperilaku sesuai.
3. Working and solving Problems in
Groups
Kita sebagai manusia sering bekerja
sama dalam sebuah kelompok. Misalnya belajar bersama, rapat untuk mendiskusikan
masalah di dalam perkuliahan ataupun bisnis kita.
Di beberapa situasi, menjadi
anggota sebuah kelompok dapat meningkatkan performa dari individu anggota
kelompok tersebut. Hal ini disebut dengan social facilitation (Levine,
Resnick, & Higgins, 1993). Akan tetapi, ada juga kemungkinan negatif saat
seorang individu bergabung dalam sebuah kelompok kerja. Terkadang menjadi
anggota sebuah kelompok justru mengurangi kinerja individu tersebut. Fenomena
inilah yang disebut dengan social loafing.
Ada dua keadaan yang menjadi
variabel penentu yang mengakibatkan terjadinya social loafing yaitu:
a. banyaknya anggota kelompok
b. jenis tugas.
Semakin besar sebuah kelompok,
semakin berkurang juga kontribusi individual masing-masing anggota kelompok
(Sorkin, Hays, & West, 2001). Hal ini dikarenakan oleh 3 hal yakni:
a. individu percaya bahwa anggota kelompok lain dapat
berkontribusi lebih baik daripada dirinya
b. karena anggota kelompok lain tidak memberikan
respon positif terhadap kontribusi yang diberikan individu tersebut
c. karena individu merasa bahwa ia tidak begitu
dibutuhkan dalam kelompok tersebut
Jenis tugas merupakan faktor penting
dalam menunjukkan performa individu di dalam sebuah kelompok. Ketika
mengerjakan suatu jenis pekerjaan di dalam kelompok, seorang individu bisa saja
merasa terganggu dengan kehadiran individu yang lain. Tetapi bisa juga
sebaliknya, kehadiran individu lain justru memacu kinerja individu tersebut
menjadi lebih baik. Hal ini dibahas di dalam teori arousal yang sudah
dipelajari sebelumnya. Menurut teori tersebut, suatu pekerjaan yang mudah bagi
individu akan semakin mudah dan cepat terselesaikan apabila ada individu lain
yang menyaksikannya. Namun sebaliknya, pekerjaan yang sulit bagi individu akan
semakin sulit dan lama terselesaikan apabila ada individu lain yang
menyaksikannya.
Group
Problem Solving
Pada umumnya, orang-orang lebih suka
memecahkan masalah yang kompleks secara kelompok daripada memecahkannya sendiri
(Laughlin & others, 2003; Sorkin & others, 2001). Tetapi ada saat
dimana proses pengambilan keputusan tersebut salah dan berakibat fatal walaupun
individu-individu dalam kelompok tersebut dianggap kompeten. Hal inilah yang
disebut dengan groupthink (Irvink Jannis, 1982). Ada 3 faktor yang dapat
menyebabkan groupthink :
a) Proses
polarisasi
Polarisasi merupakan suatu keadaan
dimana anggota kelompok menyatakan pendapatnya secara lebih ekstrim tanpa mempedulikan persoalan yang sesungguhnya.
b) Sifat
kohesif anggota kelompok
Cohesiveness merupakan
suatu keadaan dimana anggota kelompok saling terkait secara erat, cenderung
berpendapat sama, dan enggan menerima pendapat yang dianggap berbeda dari
pendapat umum. Oleh karena itu, pendapat dan keadaan yang bertentangan
seringkali tidak dimunculkan sehingga mengarah pada keputusan yang salah. Untuk
menghindari hal ini, paling tidak harus ada seorang anggota yang diminta untuk
memerankan peranan devil’s advocate, untuk selalu menyatakan
pendapat-pendapat yang berbeda dengan pendapat anggota kelompok pada umumnya.
c) Jumlah
individu dalam kelompok
Jumlah anggota kelompok sangat
berpengaruh terhadap proses interaksi dalam kelompok. Dalam kelompok kecil,
interaksinya bersifat dialog interaktif karena semua dapat saling bertukar
pikiran secara langsung. Sedangkan dalam kelompok, besar, akan sulit terjadi
dialog interaktif. Justru yang terjadi adalah serial monologue, dimana
para anggota secara bergantian memberikan semacam pidato, bukan lagi interaksi
dua arah. Sehingga seringkali, pendapat minoritas tidak sempat dimunculkan.
4. Conformity, Social Roles, and
Obidience
·
Conformity
Ketika kita menjadi
anggota dari sebuah kelompok, kita cenderung untuk berperilaku seperti orang
lain dalam kelompok, kita cenderung untuk menyesuaikan diri. Konformitas adalah
menuruti karena adanya tekanan kelompok untuk berperilaku seperti yang semua
orang lakukan meskipun tidak ada permintaan langsung untuk melakukannya. Orang
– orang mungkin menyesuaikan diri karena dua alasan, yaitu untuk memperoleh
hadiah dan menghindari hukuman atau untuk memperoleh informasi.
Beberapa faktor
yang meningkatkan kemungkinan konformitas terhadap kelompok yaitu:
a.
Ukuran
kelompok
Lebih banyak orang dalam kelompok, lebih mungkin terjadi
konformitas. Namun jika kelompok terlalu besar, maka konformitas akan
berkurang.
b.
Kesepakatan
kelompok
Konformitas semakin tinggi ketika kita berhadapan pada
sebuah kelompok yang semuanya mempunyai pandangan yang sama mengenai sebuah
topik. Namun konformitas dikurangi ketika salah seorang dalam kelompok tidak
merasakan hal yang sama (Nail, MacDonald,
& Levy, 2000).
c.
Budaya
dan konformitas
Percobaan Solomon Asch menunjukkan bahwa konformitas
terjadi dalam semua budaya, namun orang – orang yang berasal dari budaya
individual yang menekankan perhatian pada kesejahteraan individu kurang
melakukan konformitas dibandingkan dengan orang – orang dari budaya kolektif
yang menekankan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
d.
Gender dan konformitas
Menurut stereotype tradisional, penelitian yang dilakukan sebelum tahun 1950-an laki-laki lebih bebas dan kurang menyesuaikan diri
dibandingkan dengan wanita.
·
Peran Sosial dan Norma Sosial
-
Peran sosial :
budaya ditentukan oleh petunjuk yang memberitahu orang apa perilaku yang diharapkan dari
mereka.
-
Norma sosial : pedoman yang
diberikan oleh setiap budaya untuk menilai perilaku yang dapat diterima dan
tidak dapat diterima.
Ketika
individu bekerja bersama dalam kelompok, usaha dari setiap individu harus
dikoordinasikan dengan yang lainnya untuk menghindari kekacauan. Oleh karena
itu, setiap budaya telah mengembangkan peran sosial dan norma sosial untuk
memberikan pedoman sebagaimana yang diharapkan dari kita. Setiap peran sosial
memberikan pengharapan yang berbeda untuk sikap yang tepat. Peran sosial
mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkah laku individu. Ketika kita
ditempatkan pada peran yang baru, perilaku kita juga berubah untuk menyesuaikan
dengan peran kita. Untuk menyesuaikan diri dengan peran sosial kita, maka kita
juga berperilaku sesuai dengan peraturan yang diucapkan maupun yang tidak
diucapkan, yang dikenal sebagai norma sosial. Norma sosial dari budaya kita
menjelaskan bagaimana seharusnya kita berperilaku dalam berbagai situasi.
·
Kepatuhan (Obedience)
Kepatuhan adalah
melakukan sesuai dengan yang disuruh oleh orang yang memiliki kekuasaan.
5. Sisi Positif dari Kelompok
Ada beberapa hal dimana seseorang tidak
bisa menyelesaikannya jika bekerja sendiri.Walaupun benar bahwa jika sendirian individu akan menarik
sampan lebih kuat dibandingkan bila dalam kelompok, namun kelompok yang terdiri
dari empat orang akan bisa menarik sampan ke tepi dibandingkan bila menarik
sendirian. Selain itu, kelompok juga dapat memberikan dukungan emosional dan
kenyamanan kepada kita.
C.
ATTITUDES AND PERSUASION
Sikap merupakan
perhatian yang spesial karena orang lain berusaha mempengaruhi sikap kita
melalui persuasi (bujukan) dan sikap kita seringkali menggambarkan perilaku
kita terhadap orang lain. Psikologi sosial mendefenisikan sikap sebagai
keyakinan yang mempengaruhi kita dalam bertindak dan merasakan pada cara yang
pasti. Catatan bahwa definisi ini mempunyai tiga komponen yaitu : (1)
keyakinan, seperti keyakinan bahwa pedagang yang datang dari rumah
ke rumah biasanya tidak jujur; (2) perasaan, seperti kebencian
yang besar kepada pedagang; dan (3) kepribadian untuk berperilaku,
seperti kesiapan menjadi tidak sopan ketika pedagang datang ke rumah.
1. Origin
of Attitudes
Kebanyakan asal dari sikap kita hampir
jelas. Kita mempelajari sikap secara langsung dari pengalaman kita dan juga
dari orang lain. Beberapa dari sikap kita dipelajari dari pengalaman yang
dialami secara langsung.Anak-anak yang digigit anjing sering menunjukkan sikap
negatif terhadap anjing selama hidupnya terutama terhadap jenis anjing yang
menggigitnya.
Berbeda dengan suara renyah dari biskuit cokelat
biasanya menimbulkan sikap yang menyenangkan bagi anak-anak. Dengan kata lain,
beberapa sikap muncul dari keadaan yang dipelajari (classically conditioned).
Jika sebuah stimulus (anjing atau biskuit) dipasangkan dengan pengalaman
positif atau negatif, dengan cara yang sama sikap akan menjadi positif atau
negatif. Orang lain menanamkan sikap pada kita
melalui peniruan dan penguatan.
2. Persuasi
dan Perubahan Sikap
Persuasi merupakan bagian dari interaksi
dengan anggota masyarakat yang wajar dan perlu, mutu dari komunikasi persuasif
dibagi menjadi tiga kategori umum : karakteristik dari pembicara (speaker),
komunikasi diri sendiri, dan orang yang mendengarkan.
Characteristic
of the Speakers (Karakteristik dari Pembicara)
·
Credibility
(Kredibilitas)
Jika kamu mendengarkan pidato mengenai
aritmatika, apakah kamu akan terpengaruh jika pidato diberikan kepada insinyur
atau tukang cuci piring? Kredibilitas seharusnya tidak membingungkan pada
contoh sebelumnya dengan pendidikan yang tinggi, kepintaran, status tinggi,
atau kejadian yang menarik. Intinya terletak pada pembicaranya apakah dapat
dipercaya dalam memberikan argumen yang spesifik.
·
Attractiveness (Pesona)
Seorang
pembicara yang menarik, populer, terkenal, dan menyenangkan akan lebih efektif
dalam merubah opini seseorang terhadap hal tertentu daripada pembicara yang
tidak menarik.
·
Intent (Maksud)
Pembicara
sedikit lebih persuasif jika mereka secara jelas bermaksud mengubah opini
seseorang agar dapat mencapai tujuannya yaitu dengan mengubah pikiran kita.
Characteristic of the Message
(Karakteristik Pesan)
- Fear
Appeals
Pendengar
akan merespon dengan baik komunikasi persuasif yang menyebabkan ketakutan jika
: (1) emosi lebih kuat; (2) pendengar berpikir bahwa hasil rasa takut (seperti
gigi busuk atau kanker paru-paru) merupakan kejadian yang mereka alami; dan (3)
pesan memberikan penawaran dengan cara efektif untuk menghindari hasil
ketakutan (cara mudah untuk berhenti merokok).
·
Two-sided Arguments
Semuanya tergantung pada bagaimana pendengar melihat baiknya terhadap posisimu
sebelum kamu berbicara. Jika pendengar lebih melihat ke simpati atau informasi
mengenai posisimu, pesanmu akan lebih persuasif dalam membicarakan tentang
keuntungan atau tidak membakar batubara dengan mereka melihat alasan sisi
negatifnya. Tetapi jika pendengar dari awal sudah tidak menerima baik posisimu
atau tahu benar mengenai kedua sisi persoalan, lebih baik dijelaskan alasan
kedua sisi tersebut.
·
Message Framing
Persuasi
efektif tidak hanya menjelaskan pada hasil dari apa yang kita katakan tetapi
juga bagaimana seseorang dapat menyampaikan pesan tersebut.
Characteristic
of the Listeners (KarakteristikPendengar)
·
Intelligence (
Intelegensi )
Orang yang
intelegensi kurang umumnya lebih
mudah untuk dipersuasi (dibujuk). Sebaliknya, pendengar yang
memiliki intelegensi yang lebih tinggi
(cerdas) lebih mudah untuk mempersuasi (membujuk).
·
Need for Social
Approval ( Kebutuhan untuk diterima di masyarakat )
Orang-orang yang memiliki kebutuhan yang besar untuk bisa diterima oleh umum
(diterima oleh masyarakat atau disukai masyarakat) lebih mudah dibujuk daripada
orang-orang yang memiliki nilai rendah dalam kebutuhan
ini.
·
Self-Esteem (
Harga Diri )
Individu yang memiliki harga
diri sedang (yang memiliki pendapat tentang diri sendiri yang dianggap setara
atau sama dengan pemikiran orang lain) biasanya lebih mudah untuk dipersuasi daripada orang yang memiliki harga diri tinggi atau rendah. Orang
yang memiliki
harga diri tinggi umumnya sangat percaya diri dan sulit untuk dipengaruhi. Sebaliknya,
Orang dengan harga diri yang rendah, cenderung tidak memberikan
perhatian yang cukup dalam sebuah komunikasi
dan sulit untuk dipengaruhi karena dia tidak memperhatikan.
·
Audience Size ( Ukuran
Peserta )
Orang-orang akan lebih mudah untuk dipengaruhi
jika mereka mendengarkan pesan tersebut pada suatu kelompok bukan perorangan.
·
Social Support (
Dukungan Sosial )
Orang-orang yang memiliki hubungan
dengan orang lain seperti teman yang memiliki sifat yang sama akan sulit untuk
dibujuk untuk mengubah sikap-sikap mereka daripada memiliki sifat yang berbeda.
Teknik Persuasi
Ada 2 teknik yang
biasanya digunakan orang-orang dalam mempersuasi seseorang, yaitu :
·
Foot
in The Door Technique
Teknik foot
in the door adalah suatu keinginan untuk memperoleh kesepakatan dimulai
dari permintaan dan selanjutnya dilanjutkan dengan permintaan yang lebih besar
pada pemohon.
·
The Low-Ball Technique
Teknik
low-ball ini mirip dengan teknik foot in the door. Dalam teknik low-ball
ini, pertama-tama, adanya
penawaran barang
dengan harga yang sangat murah
yang diberikan pemohon, dan pembeli menerima kesepakatan untuk membeli barang tersebut.
Tetapi ternyata pemohon
mengatakan
barang tersebut tidak ada, rusak atau tidak sesuai dengan yang pembeli inginkan
ataupun ada pertambahan biaya selain yang dimaksud tadinya. Karena sudah
terlanjur menyepakati pembeliaan
kepada pemohon,
maka pembeli tetap juga membeli barang tersebut. Teknik low-ball ini
adalah teknik yang paling sering digunakan oleh penjual mobil. Teknik low-ball
ini kebanyakan memberikan perjanjian yang akhirnya tidak sesuai dengan
kesepakatan.
D.
BEHAVIOUR AND ATTITUDE CHANGE: TEORI DISONANSI KOGNITIF
Leon Festinger (1957) membuat teori Disonansi Kognitif untuk menjelaskan adanya kecenderungan dari attitude yang terkadang
dapat berubah
menjadi konsisten terhadap behavior. Teori ini menjelaskan bahwa tidak konsistensinya attitude dan behavior akan
menghasilkan ketidaknyamanan (dissonance).
Menurut
Leon Festinger, disonansi kognitif merupakan suatu
perasaan yang dimiliki orang ketika
diri mereka menemukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau memiliki pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain
yang mereka percayai
Misalkan saja apabila anda merokok (behavior), dan anda tahu bahwa merokok adalah penyebab utama kanker paru-paru
dan penyakit serius lainnya (attitude). Behavior dan attitude yang ditunjukkan tidak konsisten
(malah bertolak belakang), maka hal inilah yang akan menghasilkan disonansi.
Pada bagan diatas, menjelaskan bahwa
jika attitudes dan behavior tidak konsisten, disonansi kognitif akan terbentuk.
Untuk mengurangi tahap tidak menyenangkan ini, salah satu diantara attitudes
atau behavior harus diubah agar dapat konsisten antara satu dengan yang
lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Lahey,
B.B. 2005. Psychology and Introduction 9th.
New York : McGrew-Hill
No comments:
Post a Comment