MK. Psikologi Umum (Topik : Emosi)


EMOSI
Ada alasan untuk percaya bahwa emosi positif dan negatif yang tidak berlawanan satu sama lain tetapi karakteristik independen emosi. Memang, psikolog David Watson, Auke Tellegen, dan Lee Anna Clark telah menyarankan bahwa semua banyak jenis pengalaman emosional muncul hanya dari kombinasi yang berbeda dari emosi positif dan negatif. Mereka menyarankan bahwa semua emosi dapat ditempatkan pada "peta". Peta tersebut dibuat dengan menggunakan dua dimensi emosi, masing-masing dengan dua "kutub" - mirip dengan utara-selatan dan timur-barat dimensi pada peta geografis. Salah satu dimensi memiliki emosi negatif yang tinggi di satu kutub dan emosi negatif yang rendah di kutub lainnya. Sebagai contoh, kegembiraan dipandang sebagai tingkat tinggi emosi positif dalam kombinasi dengan tingkat netral emosi negatif. Surprise adalah kombinasi dari emosi positif dan negatif cukup tinggi, dan kesedihan adalah kombinasi dari emosi negatif yang tinggi dan emosi positif cukup rendah.
Sejumlah hal penting yang harus dibuat tentang Watson, Tellegen, dan peta emosional Clark. Meskipun emosi positif dan negatif adalah dimensi yang terpisah pada peta (daripada dua ujung dimensi yang sama), emosi tertentu yang kita anggap sebagai "berlawanan" (seperti bahagia dan sedih atau takut dan santai), pada kenyataannya, di posisi yang berlawanan pada peta emosional. Kedua, perhatikan bahwa kemarahan dan ketakutan yang sangat dekat bersama-sama di peta emosional. Ada banyak alasan untuk percaya bahwa ketakutan dan kemarahan adalah, dalam banyak hal, varian emosi yang sama.
            Emosi adalah pengalaman yang memberikan arti dalam hidup, dapat juga berupa perasaan  positif ataupun negatif dalam bereaksi yang berkaitan dengan  fisik dan perilaku. Emosi bukan hanya sebatas “marah”. Ada banyak macam emosi lain seperti, sedih, takut, terkejut, dan lain sebagainya yang dapat dibedakan dalam nilai positif dan negatif.
            Secara garis besar, ada dua jenis emosi, emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif cenderung menghasilkan reaksi yang positif seperti senang. Sedangkan emosi negatif cenderung menghasilkan reaksi yang negatif seperti marah dan sedih. Kedua emosi ini pada dasarnya tidak berlawanan dan justru keduanya saling bergantung.
A.    Three Theories of Emotion
Beberapa psikolog mengemukakan elemen dasar emosi sebagai berikut:
1.      Merupakan sebuah situasi stimulus yang menghasilkan reaksi.
2.      Merupakan suatu tanda positif atau negatif dari pengalaman kesadaran ‘emosi’ yang kita rasakan.
3.      Merupakan keadaan hidup dari psychological arousal yang diproduksi oleh sistem saraf otonomi dan kelenjar endokrin.
4.      Dihubungkan dengan perilaku yang umumnya menyertai emosi.
·         Teori James-Lange
Pandangan umum rasa emosi adalah bahwa stimulus melihat seorang perampok membuat kita sadar merasa takut dan ketakutan membawa kita gemetar dan lari. Namun, William James menyarankan bahwa unsur-unsur emosi terjadi dalam urutan yang berlawanan. Dia percaya bahwa stimulus emosional diarahkan (dengan pusat relay sensorik dikenal sebagai thalamus) langsung ke sistem limbik, yang beroperasi melalui divisi hipotalamus dan simpatik dari sistem saraf otonom untuk mengaktifkan bagian tubuh untuk menangani keadaan darurat (ketegangan otot, berkeringat, peningkatan denyut jantung dan pernapasan, dan sebagainya). Sensasi dari rangsangan ini tubuh kemudian dikirim kembali ke korteks dan menghasilkan perasaan sadar emosi. William James mengungkapkan bahwa emosi terjadi sesudah reaksi fisiologis karena rangsangan di lingkungan. Menurut James, "Kami merasa sedih karena kita menangis, marah karena kita menyerang, takut karena kita gemetar". Beberapa tahun kemudian, sehingga dikenal hari ini sebagai teori emosi James-Lange.
William James menyatakan bahwa stimulus emosional dijalankan oleh sensory relay centre, yang memproses reaksi tubuh terhadap takut melalui hipotalamus dan bagian simpatis pada sistem syaraf otonom. Sensasi dari reaksi tubuh ini kemudian dikirim kembali ke cortex dan memproduksi  apa yang kita rasakan di kesadaran yaitu emosi.
·         Cannon-Bard Theory
Walter Cannon (1927) tidak hanya mengkritik teori James-Lange, dia juga mengusulkan sebuah teori alternatifnya. Teori ini kemudian direvisi oleh Philip Bard (1934) dan  dikenal sebagai  teori emosi Cannon-Bard. Cannon percaya bahwa informasi dari stimulus emosional dikirim ke thalamus terlebih dahulu. Dari thalamus, informasi disampaikan secara bersama ke cerebral cortex. Cerebral cortex menghasilkan pengalaman emosional kepada hipotalamus dan sistem saraf autonom yang menghasilkan gairah psikologis yang membuat “animal” siap untuk bertarung, melarikan diri, atau bereaksi pada suatu hal. Bagi Cannon dan Bard, pengalaman emosional sadar dan gairah psikologis adalah dua kejadian yang serempak dan sangat independen.
·         Cognitive Theory
Teori ketiga, teori emosi yang lebih kontemporer dari sudut pandang interpretasi kognitif stimuli emosional (dari dalam dan luar tubuh) menjadi kunci dalam kejadian emosi. Walaupun sekarang wajar untuk menggolongkan emosi dalam teori kognitif sebagai teori tunggal, sejumlah individu memahami teori dari aspek yang berbeda selama bertahun-tahun. ahli teori inti dari perkembangan teori kognitif tentang emosi adalah Magda Arnold (1960), Albert Ellis (1962), dan Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962). Menurut mereka, proses interpretasi kognitif pada emosi memiliki 2 langkah:
a.    Rangsangan yang berasal dari interpretasi lingkungan
b.   Rangsangan yang berasal dari  interpretasi dari tubuh yang dihasilkan oleh gairah autonom dan gerak
Step 1: interpretation of incoming stimuli. Perspektif kognitif pada interpretasi rangsangan berhubungan dengan filosofi Yunani kuno Epictetus yang mengatakan bahwa “ orang-orang tidak dipengaruhi oleh kejadian, tetapi melalui interpretasi mereka.” Contohnya, jika Anda menerima sebuah kotak yang mengeluarkan suara berdetik, apakah Anda akan senang atau takut? Jika alamat pengirimnya dari musuh bebuyutan Anda, Anda akan mengira kotak itu berisi bom waktu dan merasa takut. Jika alamat pengirimnya adalah sahabat Anda, Anda akan membuka kotak itu dengan perasaan gembira, dengan harapan mendapatkan jam. Dalam kasus ini, interpretasi dari rangsangan, bukan ransangan itu sendiri, menyebabkan reaksi emosional. Jadi, teori kognitif emosi ,informasi dari rangsangan berjalan terlebih dahulu ke cerebral cortex, kemudian diinterpretasikan dan dialami. Pesan dikirim ke sistem limbik dan sistem saraf autonom yang menghasilkan gairah psikologis.
Step 2: interpretation of body stimuli. Emosi adalah rangsangan interpretasi dari dalam tubuh yang dihasilkan dari gairah autonom. Langkah kedua teori kognitif emosi menyerupai rangsangan interpretasi dari dalam tubuh yang menghasilkan gairah autonomi. Teori kognitif menyerupai teori James-Lange dalam menekankan kepentingan rangsangan internal tubuh dalam pengalaman emosi, tetapi lebih jauh menyatakan interpretasi kognitif rangsangan ini lebih penting daripada rangsangan internal.
Schachter dan Jerome Singer (1962), Mereka percaya bahwa gairah emosional tersebar dan tidak spesifik untuk emosi yang berbeda. Maka itu, system saraf autonom dan kelenjar endokrin diaktivasi dalam cara global yang sama tanpa memperhatikan emosi mana yang dialami. Rangsangan internal dari gairah emosional tubuh berperan penting dalam pengalaman emosi, tetapi hanya melalui sebuah interpretasi kognitif dari sumber gairah. Contohnya, jika Anda gugup setelah mendengar suara tembakkan dari tetangga Anda, Anda akan menafsirkan perasaan dari tubuh sebagai rasa takut. Tetapi jika Anda merasa gugup setelah berciuman, Anda akan menafsirkan perasaan itu sebagai cinta.
B.     Role of Learning and Culture Emotion
Kebanyakan psikolog, khususnya yang mempelajari emosi, percaya bahwa dasar dari emosi adalah dibawa sejak lahir dan tidak dipelajari. Pengaruh atau peran budaya dalam emosi ada dua: pertama, Budaya mempengaruhi ekspresi pada saat emosi, contoh: beberapa kebudayaan menganjurkan adanya kebebasan dalam mengekspresikan emosi, namun ada juga kebudayaan lain yang mengajarakan masyarakatnya melalui modeling ( meniru ) dan memberi penguatan untuk menunjukkan sedikit dari emosi mereka pada public. Contohnya : seorang peneliti Paul Ekman (1992) ingin melihat perbedaan ekspresi antara film jepang dan amerika, kemudian ia mengumpulkan film dari kedua negara tersebut dan melihat ekspresi kesakitan yang di tampilkan kedua film berbeda budaya tersebut, dalam penelitiannya itu ia melihat film jepang memperlihatkan kesakitannya lebih mirip dengan senyuman, karena pada budaya jepang mereka cenderung tidak menampakkan emosi negatif.
Kedua, terdapat bukti-bukti akumulatif bahwa orang-orang yang berbeda budayanya, akan menyalurkan emosinya dengan cara yang berbeda pula sesuai dengan reaksi emosi yang dimunculkan. Hal ini menimbulkan pengertian yang sempurna dari perspektif teori kognitif dalam emosi. Stimulus yang sama bisa saja  menghasilkan reaksi emosi yang sangat berbeda  di antara orang yang berbeda budayanya. Itu artinya bahwa perbedaan dalam penafsiran merupakan hasil dari perbedaan budaya diantara orang tersebut.
Klaus Scherer, universitas dari geneva melakukan penelitian dari topik ini dengan mengumpulkan data di 37 negara. di setiap negara, 100 mahasiswa diminta untuk mengingat situasi di mana mereka alami masing-masing tujuh emosi (senang, marah, takut sedih, malu, merasa bersalah, jijik). Mereka kemudian diminta sejumlah pertanyaan tentang bagaimana peristiwa tersebut memicu emosi-emosi mereka. Scherer menemukan kesamaan lebih banyaktetapi ada beberapa perbedaan. Misalnya  mahasiswa dari negara Afrika lebih cenderung memiliki emosi negatif yang disebabkan oleh tindakan orang lain yang tidak bermoral dan tidak adil. sebaliknya, mahasiswa dari Amerika Latin mungkin tidak melihat emosi negatif mereka sebagai akibat dari perilaku tidak bermoral orang lain.
Budaya dalam emosi merupakan lahan penelitian baru, dan para peneliti berjanji untuk memberitahukan lebih banyak lagi tentang emosi manusia.Jika terdapat perbedaan kebudayaan yang penting dalam hal bagaimana kita menyalurkan dan memberi pengertian akan emosi dalam hidup kita, kita harus mengerti perbedaan-perbedaan tersebut.
  1. The Pursuit of Happiness
            Merasakan senang merupakan bagian penting dari perasaan yang membuat kita merasakan makna kehidupan. Kesenangan mengarah kepada kesuksesan dan bahkan hidup yang lebih lama. Menurut penelitian, kebahagian berhubungan dengan kepribadian kita. Orang dengan skor extraversion yang tinggi cenderung lebih bahagia dibandingkan mereka yang rendah skor extraversionnya. Orang dengan skor neuroticism yang rendah juga cenderung lebih bahagia. Gen juga  dianggap memiliki pengauh terhadap kebahagiaan.
Agression: Emotional and Motivational Aspects
            Tidak ada yang spesies lain yang dapat mengalahkan manusia dalam hal agresi. Ada begitu banyak manusia yang mati dikarenakan dibunuh oleh manusia lainnya dalam perang, revolusi, terorisme dan sebagainya.
Ada yang melihat agresi sebagai insting alami, ada yang beranggapan bahwa agresi adalah reaksi alami dari kejadian yanng menekan dan sakit, ada yang beranggapan kalau agresi adalah perilaku yang dipelajari, ada yang beranggapan kalau agresi berasal dari kepercayaan kita.
  1. Freud’s Instinct Theory: The Release of Aggressive Energy
Menurut Freud bahwa semua hewan termasuk manusia, terlahir dengan potensi insting agresi. Insting ini membuat dorongan untuk melakukan tindakan agresif yang harus dipenuhi. Dengan kata lain, mereka menciptakan tekanan tidak nyaman yang harus dikeluarkan.
Aspek yang paling kontroversial dari Teori Insting Freud mengenai agresi adalah keyakinannya bahwa insting energi agresif harus dikeluarkan dalam berbagai cara. Menurut Freud pelepasan agresi dapat dilakukan dengan berbagai cara lain, misalnya melalui persaingan dalam bisnis atau olahraga, menonton olahraga agresi, atau membaca tentang kekerasan. Freud menyebutkan proses dari pelepasan energi insting tersebut dengan katarsis.
  1. Frustration-Aggression Theory
Psikolog lainnya percaya, seperti Freud, bahwa agresi adalah bagian bawaan dari sifat manusia, tetapi mereka tidak setuju bahwa itu berasal dari kebutuhan insting untuk melakukan agresi. Sebaliknya, mereka percaya bahwa agresi adalah reaksi alami dari frustasi motif penting.
  1. Social Learning Theory
            Menurut Freud, manusia memiliki kebutuhan agresi yang harus dikeluarkan. Berdasarkan dari hipotesis frustrasi-agresi, manusia hanya melakukan agresi dalam menanggapi situasi frustrasi atau permusuhan lainnya. Kebalikannya, Albert Bandura (1973) dan teori pembelajaran sosial lainnya percaya bahwa manusia akan agresif jika mereka belajar bahwa itu adalah sebuah keuntungan untuk berlaku agresif. Teori pembelajaran sosial tidak menyangkal bahwa frustrasi dapat membuat kita lebih cenderung menjadi marah dan agresif, tetapi mereka menyatakan bahwa mereka akan bertindak agresif adalah sebagai reaksi terhadap frustrasi hanya jika kita telah belajar untuk melakukannya. Kita harus melihat orang lain sukses dengan agresif, atau kita harus memenangkan kemenangan dari kita sendiri melalui agresi (membuat seseorang berhenti mengganggu kita atau mengambil kepemilikan orang lain) sebelum kita menjadi orang yang agresif.
            Teori pembelajaran sosial bertentangan dengan topik Freud mengenai katarsis. Freud percaya bahwa kita harus menemukan tempat katarsis untuk energi agresif kita demi menjaga dari munculnya agresi yang sebenarnya. Mereka menyarankan beberapa hal seperti berteriak ketika marah, memukul karung tinju, dan bermain game elektronik yang berkaitan dengan kekerasan. Teori pembelajaran sosial berpendapat bahwa kegiatan tersebut tidak akan mengurangi kekerasan melainkan akan meningkat dengan mengajarkan kekerasan kepada manusia (Bandura, 1973).
D.    Cognitive Theory of Aggression
Teori kognitif percaya bahwa keyakinan kita sangat mempengaruhi kemungkinan untuk melakukan kekerasan atau terlibat dalam perang. Enam kepercayaan tersebut adalah:
a. Superiority. Adanya kepercayaan bahwa kelompok tertentu berada di atas kelompok lain untuk agama, ras, atau alasan lain sehingga ada kecenderungan terjadinya kekerasan pada kelompok inferior.
b.Victims of Injustice. Kecenderungan dari kelompok-kelompok tertentu yang mengganggap bahwa mereka adalah kelompok yang selalu dirugikan. Meskipun mereka mungkin memiliki alasan yang baik untuk percaya bahwa mereka telah menjadi korban, kepercayaan ini dapat mengakibatkan pembalasan. Perbuatan pembalasan membuat kelompok lain merasa mereka adalah korban ketidakadilan juga yang membuat mereka terlibat dalam tindakan baru agresi.
c. Vulnerability. Adanya kepercayaan bahwa suatu kelompok rawan terhadap serangan membuat kelompok tersebut jauh lebih agresif.
d. Distrust. Adanya kepercayaan bahwa kelompok yang satu tidak baik dan dapat menyerang kelompok lain. Biasanya kelompok tersebut digambarkan sebagai musuh jahat yang dapat mengganggu kelompok lain.
e. Helplessness. Adanya kepercayaan bahwa suatu kelompok tidak dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dengan cara negosiasi. Bahkan beberapa negara beranggapan bahwa tidak akan ada kesepakatan yang terbentuk jika tidak dengan cara kekerasan atau perang.
f. Sanctions of God. Ada kelompok tertentu yang beranggapan bahwa Tuhan menginginkan mereka untuk membunuh kelompok lain dengan imbalan surga untuk mereka. Mereka lebih cenderung untuk terlibat dalam kekerasan.

7.      Violent Youth Gangs
            Perilaku agresif remaja berawal dari orang tua yang memberi hukuman kepada anak-anak mereka. Anak-anak cenderung bereaksi dengan menjadi lebih agresif untuk melawan perilaku agresif yang mereka terima. Pada akhirnya para orang tua akan mengurangi pengawasan terhadap anak-anaknya yang mereka anggap sudah sulit diatur, mengakibatkan para remaja tersebut memiliki keleluasaan dalam bergabungdengan kelompok-kelompok yang biasa dikenal dengan sebutan geng.
Remaja-remaja yang tergabung dalam geng biasanya memiliki pemikiran bahwa mereka adalah orang-orang yang diasingkan oleh teman dan keluarga. Dalam diri mereka timbul suatu sikap yang selalu menganggap mereka berbeda dengan orang lain. Mereka memiliki cara penyelesaian masalah yang selalu dibarengi dengan kekerasan.
Sayangnya, geng menyediakan tempat untuk mendorong perasaan yang kuat dari “kita” versus “mereka”. Geng mendorong anggota mereka untuk membenci dan merendahkan anggota geng lain dan menganggap mereka sebagai “menentang tentara”. Konflik antar geng saingan yang dibuat lebih sering dan intens karena penjualan obat.
Seperti kita semua, anggota di geng tersebut hidup dalam masyarakat yang mendorong mereka dengan pesan bahwa kekerasan adalah cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah. Mereka melihatnya dari acara TV, film, dan hanya dengan melihat kekerasan di rumah mereka dan tetangganya.

DAFTAR PUSTAKA
Lahey, B.B. 2005. Psychology: An Introduction. 11th. New York: McGraw-Hill

MK. Psikologi Umum (Topik : Motivasi)


A.    DEFINITIONS OF MOTIVATION
Motivasi adalah suatu keadaan internal atau kondisi yang mengaktifkan dan memberikan arahan kepada pikiran, perasaan, dan tindakan.
B.     PRIMARY MOTIVES: BIOLOGICAL NEEDS
Motivasi primer sebagai kebutuhan biologis adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia untuk tetap dapat bertahan hidup, yang mencakup: makanan, minuman, kehangatan, tidur, menghindari rasa nyeri, dan banyak lagi. Ini dianggap sebagai motivasi primer adalah karena kita pasti menemukan hal-hal tersebut dan akan memenuhinya untuk bertahan hidup atau jika tidak maka kita akan mati. Bagian ini fokus kepada motif biologis yaitu lapar dan haus, sebagian karena mereka memahami hal ini dengan baik sebagai motif utama.
1.      Homeostatis: Biological Thermostats
Kebanyakan dari motif utama di dasarkan kepada kebutuhan tubuh untuk memelihara tingkatan tertentu dalam elemen kehidupan utama, seperti: kadar gula dalam darah untuk memelihara sel-sel tubuh, kadar air di dalam tubuh, dan sebagainya. Hal-hal penting tersebut diatur oleh homeostatis mekanisme. Mekanisme tersebutlah yang akan merasakan ada atau tidaknya ketidakseimbangan di dalam tubuh dan akan menstimulasi perilaku yang mengembalikan keseimbangan di dalam tubuh. Respon tubuh terhadap ketidakseimbangan mencakup rekasiinternal dan perilaku terbuka
2.      Hunger: The Regulation of Food Intake
Yang mengatur rasa lapar secara biologis bukanlah perut yang keroncongan. Perut yang keroncongan hanya berperan sedikit pada pengontrol rasa lapar, melainkan hipotalamus yang berperan dalam mengontrol rasa lapar. Rasa lapar diatur oleh 3 pusat yang terdapat pada hipotalamus. Dua dari hipotalamus lainnya bekerja secara berlawanan. Sistem pemberi makan yang mengaktifkan untuk makan ketika makan dibutuhkan berada pada hipotalamus lateral, dan sistem yang memberi rasa kenyang, akan berhenti makan ketika makan telah cukup dikonsumsi, berada pada hipotalamus ventromedial. Bagian ketiga pada hipotalamus yang berperan dalam mengatur rasa lapar adalah nukleus paraventrikular. Dimana nukleus ini bekerja dalam menambah dan mengurangi rasa lapar dengan mengatur kadar gula didalam tubuh.
Ternyata, ada dua syarat yang digunakan dalam megontrol rasa lapar sehari-hari, dan ketiga syarat ini digunakan untuk mengontrol berat badan dalam jangka waktu yang panjang:
a.      Kontraksi Perut. Syarat yang paling utama dalam mengontrol rasa lapar berasal dari perut. Sinyal kontraksi dari sistem pemberi makan hipotalamus lateral, mengingat perut yang berisi (kenyang) mengaktifkan sistem mengenyangkan ventromedial.
b.      Kadar Gula-Darah. Makan juga mengontrol kadar gula didalam darah pada jangka waktu yang pendek. Dimana hipotalamus berisi neuron khusus yang secara langsung mendeteksi tingkat glukosa dalam darah, tapi dua organ lainnya lebih banyak informasi kepada hipotalamus. Hati yang merupakan gudang gula, mendeteksi tingkat glukosa darah, dan bagian paling atas usus kecil, atau duodenum yang mendeteksi gula dalam darah yang telah dimakan. Kedua organ ini mengirimkan pesan kimiawi ke hipotalamus, yang berperan dalam pemberian kode atau memberhentikan makan.
Tingkat glukosa darah adalah kunci dari mekanisme yang mengontrol rasa lapar dalam waktu singkat, fakta sederhana yang penting untuk di mengerti tentang glukosa darah dan rasa lapar. Ketika makan, itu membutuhkan beberapa menit untuk mencerna makanan lalu masuk ke pembuluh darah dalam bentuk glukosa. Bila makan dengan pelan, otak akan memiliki waktu yang cukup untuk mendeteksi peningkatan gula darah dan membuat merasa kenyang sebelum makan lebih banyak lagi. Dengan kata lain, semakin cepat makan, maka akan semakin banyak makanan yang dimakan sebelum merasa kenyang.
c.       Kadar Lemak Tubuh. Pemeliharaan jangka panjang dari berat badan diatur oleh kemampuan hipotalamus untuk mendeteksi tingkat sekresi hormon dari sel-sel lemak dalam tubuh. Sel adipose (lemak) yang tumbuh di pinggang, pinggul, dan di tempat lain mengeluarkan leptin ke dalam aliran darah. Semakin banyak lemak pada sel-sel adipose (kegemukan), semakin banyak pula leptin yang disekresikan. Ketika leptin yang beredar mencapai hipotalamus, struktur didalam dan di sekitar hipotalamus ventromedial akan mendeteksinya. Inilah yang menyebabkan hipotalamus bereaksi dengan tiga cara dalam mengontrol berat badan. Yang pertama, ventromedial mengirimkan pesan langsung yang menghalangi untuk makan. Kedua, memberikan sinyal kepada nukleus paraventrikular untuk mengontrol rasa lapar melalui kontrol terhadap kadar gula darah. Dan perilaku ketiga dilakukan oleh ventromedial untuk mengontrol berat badan dalam merespon leptin juga telah ditemukan. Ketika tingkat leptin tinggi, ventromedial hipotalamus akan mengaktifkan sistem saraf simpatik. Dimana saraf ini memliki cabang yang sangat halus dan berujung pada sel-sel adiposa. Stimulasi dari sel-sel adiposa oleh neuron-neuron simpatetik meningkatkan metabolisme, yang menyebabkan pembakaran lemak menjadi lebih cepat.
·         Body Weight and the “Set Point”
Seperti yang kita ketahui, hipotalamus dan pusat otak terkait meregulasi rasa lapar. Sistem ini bekerja secara berbeda pada tiap orang. Itulah sebabnya mengapa kita memiliki perbedaan jumlah lemak didalam tubuh. Inilah yang memimpin para ilmuan untuk membuat hipotesa bahwa setiap orang memiliki set point yang berbeda-beda untuk lemak dalam tubuh. Set point adalah pemikiran seperti poin yang diatur atur pada thermostat untuk mengontrol tingkat panas, tetapi itu menentukan urutan dari sel-sel metabolisme daripada menilai tingkat panas mana yang dapat membakar.
·         Psychological Factors in Hunger
Meskipun rasa lapar adalah suatu sebab yang sangat jelas terkait dengan kebutuhan biologis, faktor-faktor psikologis juga merupakan pengontrol asupan makanan. Melalui proses pematangan dan pembelajaran, kita beranjak dari bayi yang minum susu dan hanya untuk orang dewasa dengan preferensi makanan berbeda yang memainkan peran penting dalam kehidupan kita.
Emosi juga berperan dalam makanan. Orang yang sedang cemas biasanya akan makan lebih banyak dari biasanya, dan orang yang sedang depresi akan kehilangan berat badan dalam waktu yang lama. Ironisnya, orang yang sedang depresi seringkali anti terhadap makan dan olahraga sehingga kehilangan nafsu makan secara berlanjut.
Mungkin faktor psikologis yang paling sulit untuk mereka berusaha mengendalikan makan mereka adalah dorongan. Dorongan adalah isyarat dari luar (external) yang mengaktifkan motif. Misalnya aroma roti bakar yang kemudian membuatmu lapar. Dorongan memiliki efek yang sama melalui mekanisme otak yang mengontrol rasa lapar secara biologis. Tampilan makanan yang menyebabkan saraf hipotalamus terangsang dan juga tentunya karena merupakan makanan favorit ataupun aroma makanan yang kemudian merangsang terbebasnya insulin, yang menyebabkan rasa lapar dan menurunkan gula darah.
3.      Thirst: The Regulation of Water Intake
Kita perlu meregulasikan masukan berupa minuman kedalam tubuh kita. Seperti kasus rasa lapar, kunci atau pusat regulasi haus juga ada pada hipotalamus.
·         Biological Regulation of Thirst
Sistem minum dan sistem berhenti minum diatur oleh bagian yang berbeda dari hipotalamus. Kehancuran bedah dari sistem minuman menyebabkan hewan untuk menolak air; kehancuran dari system memberhentikan minum menyebabkan minum yang berlebihan. Meskipun pusat kontrol  haus menempati banyak daerah yang sama dengan pusat lapar, mereka beroperasi secara terpisah dengan menggunakan neurotransmitter yang berbeda juga.
Hipotalamus menggunakan 3 prinsip utama dalam mengatur minum: bibir kering, berkurangnya kadar air di dalam sel, dan pengurangan volume darah.
a.      Bibir kering. Kekeringan pada mulut adalah hal yang paling kita sadari. Cannon menyimpulkan bahwa mulut kering adalah isyarat yang menyebabkan sensasi haus, tetapi ini hanya sebagian.
b.      Tingkatan aliran sel. Ketika jumlah total air dalam tubuh berkurang, konsentrasi garam dalam cairan tubuh meningkat. Yng penting dan khusus pada pengaturan haus adalah garam natrium yang ada terutama dalam cairan di luar sel-sel tubuh (karena garam tidak bisa melewati membran semipermeable dari sel-sel). Penurunan total cairan tubuh dari 1% sampai 2% menghasilkan peningkatan konsentrasi natrium yang cukup besar untuk menarik air keluar dari sel dehidrasi. Ini terjadi pada sel-sel di seluruh tubuh, tetapi ketika sel-sel khusus tertentu di pusat minum dari dehidrasi hipotalamus dan mengerut, mereka mengirim beberapa pesan untuk memperbaiki situasi. Khususnya, sinyal kimia dari kelenjar hipofisis, yang terletak tepat di bawah pusat minum hipotalamus, untuk mengeluarkan hormon antidiuretic (ADH) ke dalam aliran darah. Ketika ADH mencapai ginjal, mereka menyebabkan hemat air dalam tubuh dengan cara menyerap dari urin. Di samping itu, pusat hipotalamus secara bersamaan mengirimkan pesan haus ke korteks serebral, yang inisiasi mencari cairan minum.
c.       Total volume darah. Isyarat ketiga yang digunakan oleh hipotalamus untuk mengatur rasa haus adalah total volume darah. Volume air yang menurun, volume darah yang sebagian besar terdiri dari air juga ikut menurun. Volume penuruan darah pertama kali dirasakan oleh ginjal. Ginjal bereaksi dengan dua cara. Pertama, mereka menyebabkan pembuluh darah berkontraksi untuk mengimbangi jumlah yang lebih rendah dari darah. Kedua, dalam serangkaian langkah-langkah kimia, mereka menyebabkan penciptaan angiotensin substansi dalam darah. Ketika angiotensin mencapai hipotalamus, pusat minum mengirimkan pesan haus ke korteks serebral, yang akhirnya membawa kita untuk mencari cairan.
·         Psychological Fcators in Thirst
Faktor psikologis juga berperan dalm meregulasi minum, meskipun secara keseluruhan peran ini tidak terlalu besar seperti halnya kelaparan. Stres dan emosi kelihatannya memiliki dampak atau efek pada minuman dan makanan, kecuali dalam kasus minuman yang mengandung alkohol atau stimulan (kopi, teh, dan sebagainya) yang mengubah suasana hati kita.
C.    PSYCHOLOGICAL MOTIVES
Psychological motives adalah motif yang tidak berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup biologis dari individu atau spesies. Mereka adalah "needs" dalam arti bahwa kebahagiaan individu dan kesejahteraan tergantung pada motif-motif ini. Bahkan lebih dari motif primer, motif psikologis bervariasi dalam sejauh mana mereka dipengaruhi oleh pengalaman. Beberapa motif psikologis ditemukan bawaan dari spesies, sedangkan yang lain akan sepenuhnya dipelajari.
1.      Stimulus Motivation: Seeking Novel Stimulation
Apakah Anda pernah pulang ke rumah kosong dan mendengar radio atau televisi hanya untuk  membunuh kesunyian? Apakah Anda pernah menghabiskan sepanjang hari Sabtu menulis makalah dan kemudian merasa Anda harus bangun dan berjalan-jalan atau berbicara dengan seseorang untuk mengalihkan kebosanan? Kebanyakan orang mudah bosan jika ada sedikit rangsangan secara keseluruhan tidak berubah. Kita dan hewan lainnya, ternyata memiliki motif bawaan untuk mencari stimulasi baru.
Jika Anda meletakkan tikus dalam labirin T di mana ia harus memilih antara berbelok ke kanan ke sebuah gang dicat abu-abu atau ke kiri dengan garis-garis yang kompleks, tikus akan mengeksplorasi dan masuk ke gang yang lebih kompleks dan lebih "menarik". Tapi lain kali akan lebih cenderung untuk berubah menjadi gang abu-abu, yang belum di lihat. Rupanya karena itu adalah rasa "penasaran". Begitu juga manusia, kita akan hampir selalu mulai merasakan kebutuhan untuk beraktivitas.

·         Optimal Arousal Theory.
Meskipun ada mekanisme homeostatik dikenal untuk kebutuhan kita untuk stimulasi baru, kita jelas harus memiliki srasa nyaman untk melakukan hal itu. Jika kita hanya menerima sedikit rangsangan pasti tidak akan menyenangkan dan akan memotivasi kita untuk meningkatkan rangsangan, tapi, jika stimulus terlalu banyak akan memotivasi kita untuk menemukan cara untuk menguranginya. Terlalu banyak orang berbicara bersamaan, kebisingan, atau ruangan yang berisi terlalu banyak warna dan pola akan menjadikan seseorang pergi mencari beberapa menit kedamaian, ketenangan. Ternyata, jika level stimulus maksimal, kita akan merasa tidak nyaman pada tingkat ini. "Need" stimulus untuk tingkat optimal telah menyebabkan setiap individu berusaha untuk mempertahankan tingkat optimal pada gairah dalam sistem saraf. Gairah yang mengacu pada kondisi keseluruhan kewaspadaan dan aktivasi orang tersebut. Individu yang sedang tidur berada pada tingkat gairah yang sangat rendah gairah, orang santai berada pada tingkat yang sangat tinggi. Teori ini menunjukkan, bagaimanapun, bahwa ada kebutuhan biologis untuk meningkatkan gairah dan individu akan bertindak tergantung pada tingkat arouslanya.

·         Arousal and Performance: Hukum Yarkes-Dodson
Tidak hanya konsep gairah yang penting dalam motivasi, itu juga terkait dengan efisiensi kinerja dalam berbagai situasi. Jika gairah terlalu rendah, kinerja akan memada dan kalau terlalu tinggi, kinerja dapat menjadi terganggu dan tidak teratur. Gagasan ini disebut sebagai The Yerkes-Dodson Law. Tingkat ideal gairah untuk berbagai jenis kinerja sangat bervariasi. Pemain sepak bola pada saat pemanasan dan pembangkitan psikologis secara fisik dan emosional bagus jika harus berada pada tingkat arousal yang tinggi. Di sisi lain, seorang pekerja senoi tangan akan lebih bagus jika memiliki tingkat arousal yang rendah.

2.      Affiliation Motivation
            Apakah kamu biasanya menikmati kebersamaan dengan teman-teman? Apakahkamu merasa kesepian ketika Anda tidak memiliki banyak teman? Manusia adalah makhluk sosial. Diberi kesempatan, kita umumnya lebih memilih untuk memiliki kontak teratur dengan orang lain. Hal ini disebut motive for affiliation.
Kebutuhan afiliasi ada pada semua manusia. Individu yang tinggi dalam kebutuhan akan afiliasi, misalnya, cenderung lebih suka berada bersama orang lain daripada memuaskan motif-motif lain. Ketika ditanya untuk melakukan tugas administrasi dengan pasangan, individu yang tinggi dalam kebutuhan akan afiliasi tapi rendah kebutuhan akan prestasi memilih pasangan yang mereka percaya paling nyaman bersamanya.
Dua teori telah diajukan untuk menjelaskan kebutuhan nyata kami untuk afiliasi. Beberapa percaya bahwa motivasi afiliasi kebutuhan bawaan yang didasarkan pada seleksi alam. Seorang manusia jaman batu yang memilih untuk berburu sendirian akan kurang mampu membunuh binatang besar untuk makanan dan untuk menghindari menjadi mangsa hewan lain, dan dengan demikian untuk bertahan hidup, dari manusia yang merasa perlu untuk hidup dan berburu dengan orang lain. Dengan demikian, kekuatan alam mungkin telah memilih mereka manusia dengan kebutuhan untuk afiliasi. Psikolog lain, bagaimanapun, percaya bahwa setiap manusia belajar motif untuk afiliasi melalui pengalamannya sendiri. Bayi mengalami diberi makan, dibersihkan, menggelitik, kehangatan, dan bentuk positif lainnya akan menjadi "rangsangan positif" melalui pengkondisian klasik.
Motif afiliasi mungkin terkait bahwa manusia yang afiliasi-kawanan bersama-sama—akan bertahan menerima beberapa dukungan dari fakta bahwa motivasi affiliation muncul lebih kuat ketika kita takut tentang kesejahteraan kita, mungkin sebagian karena motif afiliasi mempromosikan dukungan sosial saat-saat sulit.

3.      Achievement Motivation
Achievement motivation adalah kebutuhan psikologis untuk sukses di sekolah, pekerjaan atau bidang lain. Elliot dan Church membedakan 3 elemen penting dalam motivasi:
a. Mastery Goals. Individu dengan mastery goal yang tinggi termotivasi secara intrinsik untuk mempelajari informasi yang menarik dan penting. Mereka menikmati mata pelajaran yang menantang jika mata pelajaran itu membantu mereka menguasai informasi baru, dan mereka merasa kecewa dengan mata pelajaran yang mudah dimana mereka mendapat nilai yang baik tetapi yang dipelajari sangat sedikit.
b. Performance-Approach Goals. Individu dengan performance-approach goal yang tinggi termotivasi untuk bekerja keras untuk mendapatkan nilai yang lebih baik dari orang lain dan untuk mendapat perhatian atas performanya.
c. Performance-Avoidance Goals. Individu dengan performance-avoidance goal yang tinggi termotivasi untuk bekerja keras untuk menghindari nilai yang jelek dan terlihat tidak cerdas. Setiap tipe ini membantu dalam kesuksesan, tetapi Elliot dan Church (1997) percaya bahwa mereka menyebabkan konsekuensi yang berbeda.
Perbedaan tipe achievement motivation dihubungkan dengan perbedaan hasil diakhir mata pelajaran. Pelajar dengan mastery goal yang lebih tinggi dilaporkan lebih menikmati mata pelajaran. Ini terutama berlaku jika mereka juga rendah dalam performance-approach goal. Pelajar dengan performance-approach goal yang tinggi memiliki nilai yang lebih baik, khususnya jika mastery goal mereka rendah. Keinginan untuk mengesankan orang lain dengan membuat nilai yang bagus menyebabkan nilai yang baik, tapi sayangnya keinginan untuk mempelajari materi untuk kepentingannya sendiri terkadang terjadi untuk mendapat nilai bagus. Pelajar dengan nilai yang paling rendah memiliki performance-approach dan mastery goal yang rendah atau mereka memiliki performance avoidance goal yang tinggi. Pelajar dengan performance-avoidance goal yang tinggi di awal mata pelajaran di laporkan bahwa mereka lebih sedikit/kurang menikmati konten mata pelajaran. Bekerja hanya untuk menghindari kegagalan.
Untuk mengerti achievement motivation, kita perlu mengerti apa yang orang inginkan dan mengapa mereka menginginkan itu. Untuk mengerti motivasi individu dalam berprestasi juga harus mempertimbangkan fear of success. Fear of success adalah ketakutan terhadap konsekuensi dari kesuksesan, terutama rasa iri dari orang lain. Meskipun mengalahkan orang lain memberi kepuasan, tetapi dapat menimbulkan rasa iri yang mungkin mempertegang hubungan sosial (Exline & Lobel, 1999).
4.      Solomon's Opponent-Process Theory of Acquired Motives
Richard Solomon (1980) mengeluarkan sebuah teori yang implikasinya penting dalam mempelajari motif-motif baru, yang umumnya sulit dimengerti. Seperti mengapa seseorang suka bertarung dalam pertandingan karate atau terjun payung dari pesawat?. Solomon memberikan jawaban yang menarik dari pertanyaan ini dan pertanyaan lain dengan opponent-process theory of motivation. Solomon menjelaskan kecanduan dengan dua konsep: (a) keadaan yang memberikan perasaan positif diikuti juga dengan perasaan negatif yang sangat kontras/ berbeda, (b) perasaan (baik positif maupun negatif) yang dialami terus menerus akan berkurang intensitasnya.
            Contohnya terjun paying. Dari data yang diperoleh Solomon, awalnya terjun payung menakutkan. Ketika penerjun yang masih baru mendarat, awalnya terkejut tetapi kemudian mulai tersenyum dan berbicara sangat bersemangat. Perasaan negatif (ketakutan) diikuti dengan perasaan negatif (euforia) yang memberi reinforce/penguatan pada perilakunya. Setelah sering kali melakukannya, ketakutannya menjadi berkurang. Ketakutan yang berkurang, membuat euforia yang dihasilkan lebih kuat.
            Solomon melihat ketagihan terhadap heroin dan obat-obatan lain, awalnya kesenangan “menyerang” diikuti dengan perasaan tidak nyaman. Setelah sering menggunakannya, kesenangan penggunaan obat-obatan (cocain, nicotine, dll) dalam jumlah yang sama sangat berkurang, tetapi rasa sakit ketika tidak memakainya lebih buruk. Rasa sakit itu menjadi motif yang paling kuat untuk memakai obat-obatan lagi.
5.      Intrinsic dan Extrinsic Motivation
Penting untuk membedakan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik ketika orang termotivasi oleh sifat yang melekat pada kesenangan aktivitas, atau konsekuensi alami dari aktivitas. Sebagai contoh, monyet akan membongkar mechanical puzzles tanpa hadiah. Contoh lain, orang yang membaca buku-buku nonfiksi yang tidak berhubungan dengan pekerjaan mereka hanya karena itu menyenangkan. Demikian pula, orang yang mendonorkan harta mereka untuk amal karena mereka ingin membantu orang
Motivasi ekstrinsik, adalah motivasi external dengan aktivitas yang bukan merupakan bagian yang melekat dari itu. Jika seorang anak yang membenci PR matematika didorong untuk mengerjakan PR nya dengan memberikan permen untuk setiap jawaban yang benar. Demikian pula, seseorang yang bekerja keras untuk karyawan karena ia ingin dikagumi oleh orang lain-bukan karena kepentingan dalam bekerja. Orang yang secara intrinsik termotivasi cenderung bekerja lebih keras dan merespon tantangan dengan bekerja lebih keras lagi. Mereka menikmati pekerjaan mereka lebih kreatif dan efektif. Motivasi intrinsik dibentuk oleh pengalaman belajar Misalnya, anak dari keluarga yang menekankan sukacita dan pentingnya belajar memiliki motivasi intrinsik lebih untuk belajar di sekolah.
Pertanyaannya adalah kapan penghargaan ekstrinsik harus diberikan oleh orang tua, guru, dan pengusaha dalam upaya untuk meningkatkan motivasi. Kapan itu bijaksana untuk menggunakan motivasi ekstrinsik dalam bentuk penguatan positif untuk meningkatkan frekuensi dari  beberapa perilaku (seperti mengerjakan PR, memberikan paket tepat waktu)? Anak-anak yang tidak suka melakukan pekerjaan rumah matematika mereka akan sering melakukannya dengan tekun jika dihargai dengan tambahan uang saku. Di sisi lain, jika individu tersebut sudah secara intrinsik termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan, menambahkan motivasi ekstrinsik dapat mengurangi motivasi intrinsik tersebut. Misalnya, ketika anak-anak muda yang suka menggambar di sekolah diberi sertifikat untuk gambar yang baik, mereka menggambar kurang berminat lagi daripada anak-anak yang belum menerima sertifikat. studi menunjukkan bahwa kita harus berhati-hati untuk menghindari motivasi intrinsik dengan memberikan imbalan ekstrinsik yang tidak perlu.
Selama bertahun-tahun, diasumsikan bahwa cara lain yang baik untuk meningkatkan motivasi intrinsik adalah untuk memberi pilihan mereka akan memilih kegiatan yang secara intrinsik memotivasi mereka. Anak-anak Amerika keturunan eropa menunjukkan motivasi intrinsik lebih untuk tugas-tugas sekolah dan kegiatan lain yang mereka pilih sendiri. Sebaliknya, anak-anak amerika asian dari budaya kolektif yang menempatkan penekanan lebih besar pada kelompok dari pada individu memiliki motivasi intrinsik lebih rendah untuk kegiatan yang mereka pilih. Seperti dalam banyak aspek psikologis, faktor sociocutural penting dalam motivasi.
6.      Maslow’s Hierarchy of Motives
Menurut Maslow jika kebutuhan yang bawah tidak terpenuhi maka kebutuhan yang di atasnya tidak akan terpenuhi, sehingga piramida kebutuhan Maslow ini merupakan sebuah hirarki. Hal ini menjelaskan mengapa petani yang lapar tidak tertarik dengan filsafat, karena kebutuhan fisiologisnya belum dipenuhi. Kekurangan teori ini tidak menjelaskan kenapa seseorang rela melakakukan hal yang mengancam nyawa nya unntuk mengolong temannya, kenapa seorang aktivis rela mogok makan samapai mati agar tuntutannya terpenuhi.
D.    SEXUAL MOTIVATION AND SEXUALITY
Tanpa motivasi seksual, manusia dan hewan yang bergantunng pada reproduksi seksual akan punah. Motivasi seksual adalah motif utama yang paling esensial terhadap kelangsungan spesies.
1.      Sexual Response Cycle
Walaupun secara umum sexual respon cycle pria dan wanita ada persamaan, tapi ada juga perbedaan. Willian Masters dan Virginia Johnson (1996) menjelaskan ada 4 tahap dari sexual respon cycle:
a.      Excitement phase. Pria dan wanita sama-sama menunjukkan adanya rangsangan fisiologis. Pada tahap ini darah mengalir ke penis dan vagina, ereksi dan lubrikasi muncul, puting mengalami ereksi, detak jantung meningkat.
b.      Pleateau phase. Jika stimulasi seksual cukup maka tahap ini akan muncul. Pada tahap ini  derajat kenikmatan seksual itu sangat tinggi tapi belum maksimum
c.       Orgasmic phase. Pada tahp ini telah dicapai puncak dari rangsangan seksual dan kenikmatan. Nafas semakin cepat, tekanan darah dan detak jantung tinggi, semburat merah pada kulit, dan inndividu kehilangan kontrol otot dan pada pria mengalami ejakulasi.
d.      Resolution phase. Pada tahap ini rangsangan fisik menurun secara drastis. Dalam beberapa menit kondisi tubuh akan kembali ke tahap awal walaupun rasa lelah muncul.

2.      Similarity of Sexual Motivation to Other Primary Motives
Kita akan paham motivasi seksual lebih baik jika kita bandingkan dengan motivasi primer yang lain.
a.      Hypothalamic control. Seperti haus dan laper, motivasi seksual juga diatur oleh hypotalamus. Bila hyphotalamus rusak maka perilaku seksual tidak akan muncul meskipun diberikan rangsangan yang kuat. Kerusakan hypothalamus  juga dapat mengakibatkan perilaku seks yang tidak terkontrol.
b.      Role of external stimuli. Seperti rasa lapar yang dapat di rangsang oleh stimulus dari luar seperti aroma makanan. Begitu juga dengan motivasi seksual yang sangat terpengaruh oleh stimulus eksternal.
c.       Role of learning. Motivasi seksual dipengaruhi oleh pembelajaran. Ada banyak perilaku seksual pada berbagaai macam masyarakat yang dapt membuktikan kalau perilaku seksual dipengaruhi oleh proses belaajar. Contoh: Di Amerika oral seks merupakan hal yang wajar dilakukan, sementara di tempat lain oral seks merupakan sesuatu hal yang dilarang.
d.      Role of emotions. Seperti motif primer yang lain, terutama makan, motivasi seksual sangat dipengaruhi oleh emosi kita. Stress, cemas, dan dpresi dapat sangat mempengaruhi motivasi seksual.

3.      Differences Between Sexual Motivation and Other Primary Motives
Walaupun motivasi seksual hampir sama dengan motif utama lainnya dalam berbagai hal, terdapat adanya perbedaan penting:
a.      Nilai kelangsungan hidup. Kita harus memenuhi motif utama dari lapar, haus, dan lainnya untuk dapat bertahan sebagai individual dan yang paling penting, sebagai spesies. Walaupun motif pemenuhan seks sangat penting untuk kelangsungan hidup spesies, itu tidak menjadi keharusan untuk kelangsungan hidup individual.
b.      Naik dan turunnya gairah. Kita termotivasi untuk menurunkan gairah psikologis yang ditimbulkan oleh rasa lapar dan motif utama lainnya. Akan tetapi, manusia termotivasi untuk menaikkan dan menurunkan gairah seksual mereka.
c.       Peran kekurangan. Motif seperti lapar dan haus diduga naik dan turun sesuai dengan lamanya waktu sejak mereka terakhir merasa puas. Seseorang yang baru saja makan makanan banyak tidak akan lapar, tetapi orang yang telah diberi makan selama delapan jam akan kelaparan. Hal yang sama berlaku dari seks. Jika digunakan dalam kehidupan seks, dua minggu kekasih pulang untuk mengunjungi keluarga, itu dapat menyebabkan peningkatan yang nyata dalam minat seksual.
d.      Kurangnya kekuatan atau energi. Motif utama lainnya yang mengarah kepada perilaku yang meningkatkan kekuatan atau energy dan kebutuhan lainnya. Sebaliknya, hasil perilaku seksual dalam penggunaan energi yang tersimpan.
4.      Hormones and Other Biological Factors in Sexual Behavior
Pada hewan bukan manusia, hormon dari sistem endokrin memainkan peran utama dalam mengatur motivasi seksual. Anjing betina, kucing, dan tikus yang menerima hubungan seksual hanya ketika mereka sedang berovulasi. Laki-laki dari spesies ini kurang dipengaruhi oleh hormon daripada perempuan dan menerima rangsangan seksual di sebagian besar. Pada beberapa spesies, namun - tikus, rusa, dan kambing, misalnya - laki-laki akan melakukan hubungan sexual hanya selama tahunan atau dua tahunan pada hewan bukan seperti manusia yang terbatas pada mereka beberapa kali ketika fertilisasi dan faktor reproduksi. Namun, manusia lebih dipengaruhi oleh hormon dari yang kita pikirkan. Meskipun hubungan antara manusia tidak terbatas pada periode pembuahan, perempuan cenderung memiliki minat seksual yang lebih besar pada pria yang bukan pasangan mereka saat ini.
Demikian pula, selama ovulasi, wanita cenderung untuk mencari orang-orang dengan wajah lebih maskulin dan physiques, pria yang dominan secara sosial, dan aroma laki-laki yang sehat menjadi menarik secara seksual, tetapi menunjukkan kurang preferensi ini selama bagian lain dari siklus menstruasi. Menariknya, wanita tidak menunjukkan preferensi ini untuk laki-laki jantan ketika mereka menilai laki-laki sebagai calon mitra perkawinan, hanya sebagai calon pasangan seks. Selain itu, perempuan lebih responsif secara seksual dengan pasangan laki-laki mereka, dan kemungkinan besar tidak akan tertarik pada pria lain, jika pasangan pria mereka memiliki gen yang berbeda yang berhubungan dengan fungsi sistem kekebalan tubuh. Hal ini diduga karena menikah dengan pasangan dengan gen sistem kekebalan tubuh yang berbeda menciptakan keturunan sehat. Meskipun kita tidak menyadari melakukannya, kami dapat mendeteksi bau dari feromon yang mencerminkan gen ini dan mempengaruhi daya tarik seksual.
5.      Patterns of Sexual Behavior
Survei besar pertama dari perilaku seksual manusia dilakukan pada tahun 1940 oleh Alferd Kinsey (1894-1956) dan rekan-rekannya di Universitas Indiana. Studi mereka merintis studi tentang seksualitas manusia, tetapi metode mereka lemah dan menyebabkan beberapa kesimpulan yang keliru. Baru-baru ini, yang dirancang dengan baik survei nasional berskala besar perilaku seksual yang dilakukan oleh universitas Chicago dilakukan dengan beberapa temuan yang mengejutkan. Apakah orang-orang seperti seks bebas sebagaimana yang tampak di televisi dan di film? Seperti yang ditunjukkan pada sisi kiri angka 11,11 sebagian besar wanita dan pria Amerika di atas usia 18 memiliki baik tidak ada pasangan seks atau hanya satu pasangan seks dalam 12 bulan terakhir.
Beberapa orang Amerika seks memiliki lebih dari satu pasangan seks dalam rentang satu tahun, dan banyak dari orang-orang ini telah memiliki lebih dari satu pasangan hanya karena satu hubungan berakhir dan lain dimulai selama 12 bulan terakhir. Hanya 5% dari laki-laki dan 2% dari perempuan memiliki lima atau lebih pasangan seks pada tahun lalu. Di antara orang-orang yang sudah menikah, 95% tidak memiliki pasangan seks selain pasangan mereka dalam satu tahun terakhir. Memang, sekitar 85% wanita menikah dan 75% dari pria menikah tidak pernah berhubungan seks dengan orang lain selain pasangan mereka saat mereka menikah. Amerika jauh lebih memilih dari yang sering kita fikirkan.
Namun, Amerika rata-rata tidak berhubungan seks dengan satu pasangan dalam dirinya atau hidupnya. Seperti ditunjukkan di sisi kanan gambar 11.11, kurang dari seperempat dari laki-laki dewasa dan kurang dari sepertiga perempuan dewasa hanya memiliki satu pasangan seks. Di antara perempuan, sedikit lebih dari 50% telah memiliki antara dua dan sembilan pasangan seks dalam hidup mereka. Di antara laki-laki, satu dari tiga orang telah memiliki 10 atau lebih pasangan seks dalam hidupnya. Jelas bahwa kita cenderung sangat setia ketika kita berada dalam suatu hubungan, tetapi bahwa kita memiliki banyak pasangan seks seperti yang kita bergerak dari satu hubungan ke yang lain.
Seberapa sering orang Amerika berhubungan seks dengan pasangan mereka? Seperti yang ditunjukkan pada gambar 11.12, sebagian besar wanita dewasa dan laki-laki berhubungan seks dengan pasangan mereka sedikit kurang dari sekali seminggu. Sedikit lebih dari seperempat dari kita melakukan hubungan seks 2-3 kali seminggu, dengan kurang dari 10% orang Amerika berhubungan seks empat kali atau lebih dalam seminggu. Kebanyakan pria dan wanita mengatakan bahwa mereka menghabiskan antara 15 menit dan satu jam bercinta setiap kali. Beberapa dari Anda akan terkejut (dan beberapa dari Anda tidak akan) untuk mengetahui bahwa orang-orang yang berada di hubungan berkomitmen melakukan hubungan seks lebih sering daripada satu orang lakukan.
6.      Sexual Orientation
Aspek penting motivasi seksual adalah orientasi seksual. Individu yang lebih memilih hubungan seksual dan mempunyai rasa ketertarikan romantis dengan anggota yang jenis kelamin berbeda disebut heteroseksual. Individu yang lebih memilih hubungan seksual dan romantis dengan anggota dari jenis kelamin yang sama disebut dengan homoseksual Kebanyakan pria homoseksual menggunakan istilah gay. Sedangkan perempuan yang homoseksual lebih memilih istilah lesbian.  Orang lain tertarik untuk berbagai luasan baik kepada anggota jenis kelamin yang sama dan anggota dari jenis kelamin lainnya, disebut biseksual. Persentase pria dan wanita di Amerika Serikat yang telah memiliki pengalaman seksual dengan orang yang berjenis kelamin sama sejak masa pubertas, sejak usia 18 tahun, atau dalam 12 bulan terakhir. Persentase orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai homoseksual atau bisexsual sama dengan persentase yang melaporkan berhubungan seks dengan orang berjenis kelamin yang sama dalam 12 bulan terakhir.
Survei nasional lebih dari 3.000 orang dewasa yang dilakukan oleh Universitas Chicago memberikan angka yang dapat diandalkan,pertama pada orientasi seksual dan perilaku seksual sesama jenis antara orang Amerika.  13, 9% dari pria dewasa melaporkan bahwa mereka telah berhubungan seks dengan pria lain sejak masa pubertas. Sekitar setengah dari laki-laki ini yang memiliki pengalaman yang sama terhadap seks dini terus memiliki pengalaman homoseksual setelah usia 18 tahun, tetapi hanya 2,8% dari laki-laki mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau biseksual. Kalangan perempuan, 4% dari mereka telah melakukan hubungan seks dengan wanita lain sejak masa pubertas, dengan pengalaman ini hampir selalu terjadi setelah usia 18 tahun. Sekitar 1,4% dari semua wanita dewasa di Amerika Serikat mengidentifikasi diri mereka sebagai lesbian atau biseksual. Dengan demikian, perempuan lebih sedikit memiliki pengalaman yang sama terhadap seks daripada pria.
Sebaliknya, lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki melaporan perasaan tertarik secara seksual kepada orang-orang dari kedua jenis kelamin. Demikian pula, perempuan lebih mungkin dibandingkan pria untuk memiliki periode waktu di mana mereka mengidentifikasi sebagai homoseksual dan kemudian kembali ke identitas heteroseksual. Wanita yang melaporkan dorongan seks yang tinggi lebih mungkin untuk tertarik secara seksual pada kedua jenis kelamin dari wanita dengan kurang gairah seks; laki-laki dengan tinggi dorongan seks cenderung tertarik hanya untuk satu jenis kelamin atau yang lain.
·         Stigmatization, Stress, and Sexual Orientation
Meskipun sikap terhadap homoseksualitas bergeser ke arah penerimaan yang lebih besar, gay dan lesbian masih buruk stigmanya di seluruh dunia. Dalam banyak kasus, masih sulit untuk menjadi seorang remaja gay atau lesbian yang menghadapi ancaman prasangka dan ejekan dari lingkungan dan mungkin kritik-kritik dari orang tua.
Gay dan lesbian sering menghadapi diskriminasi ketika mereka hidup bersama dan memiliki hak hukum dan ekonomi kurang dari pasangan heteroseksual di kebanyakan negara. Gay juga menghadapi resiko yang lebih besar dari penyakit AIDS dan jauh lebih mungkin dibandingkan heteroseksual yang mengalami stres hidup dengan HIV atau merawat pasangan yang sedang sekarat karena AIDS. Itu mungkin tidak mengejutkan, bahwa sejumlah studi telah menemukan biseksual, gay, lesbian dan berada pada resiko yang lebih besar untuk depresi, kecemasan, bunuh diri, dan penyalahgunaan zat narkotika. Temuan ini lebih rumit dari pertama mereka muncul. Wanita yang berhubungan seks dengan perempuan hanya benar-benar tidak ada pada peningkatan resiko untuk masalah ini, sedangkan laki-laki gay, dan terutama laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki dan perempuan, berada pada risiko tertinggi.
·         Origins of Sexual Orientation
Mengapa beberapa orang mengembangkan orientasi homoseksual? Kebanyakan orang percaya bahwa pengalaman seksual pertama seseorang dapat memperkuat  mereka membentuk orientasi seksual. Jika pengalaman seksual pertama adalah dengan orang berjenis kelamin sama, kita akan lebih mungkin untuk mengembangkan orientasi homoseksual. Antropolog Gil Herdt dari Universitas Chicago berpendapat kuat terhadap ide ini dengan menggambarkan praktik seksual dari orang-orang Sambian dari Guinea baru. Pria Sambian percaya bahwa anak laki-laki akan menjadi laki-laki hanya jika mereka menelan sperma dari laki-laki yang lebih tua. Oleh karena itu, pada usia 7 tahun, anak laki-laki meninggalkan rumah keluarga mereka dan hidup di pondok putra, di mana mereka diinisiasi ke ritual homoseksualitas.
Mereka secara teratur melakukan oral seks pada laki-laki yang lebih tua selama beberapa tahun, dan kemudian menerima oral seks dari laki-laki yang lebih muda ketika mereka mencapai kematangan seksual. Selama ini mereka tidak memiliki kontak seksual dengan perempuan. Meskipun laki-laki Sambian melaporkan kenikmatan kegiatan homoseksual muda mereka, ketika mereka cukup umur untuk menikah, hampir semua laki-laki Sambian lebih memilih untuk memiliki hubungan seksual dengan perempuan secara eksklusif. Pengalaman pria Sambian menunjukkan bahwa seseorang tidak belajar untuk menjadi homoseksual hanya dengan memiliki pengalaman homoseksual sebagai pemuda. Konsisten dengan pandangan ini, hanya sebagian kecil orang dalam Amerika Serikat yang memiliki pengalaman seksual muda dengan orang berjenis kelamin sama mengembangkan identitas homoseksual di masa dewasa.
Kebanyakan psikolog sekarang percaya bahwa pengalaman belajar sosial yang penting dalam pengembangan homoseksualitas, tapi hanya dalam kombinasi dengan faktor biologis penting. Beberapa macam penelitian telah memberikan bukti yang konsisten dengan (tetapi tidak membuktikan) hipotesis ini:
1.      Studi kembar menunjukkan bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi beberapa individu untuk homoseksualitas (Kendler & lain, 2000; Santtila & lain-lain, 2008). Jika salah satu kembar homoseksual, yang lain lebih mungkin homoseksual jika kembar identik (mereka berbagi genetik yang sama) daripada jika kembar fraternal (mereka berbagi setengah gen mereka rata-rata)
2.      Ada bukti bahwa tingkat atipikal beberapa hormon seks selama perkembangan janin meningkatkan kemungkinan homoseksualitas (Lippa, 2003; Meyer-Bahlburg & lain-lain, 1995).
3.      Banyak penelitian menunjukkan bahwa laki-laki gay lebih cenderung memiliki lebih dari satu lebih tua saudara laki-laki, karena laki-laki kemudian lahir yang terkena tingkat rendah testosteron prenatal, ini bisa mencerminkan pengaruh hormonal pada homoseksualitas laki-laki. Yang menarik, namun, urutan kelahiran dan persentase saudara laki-laki atau perempuan yang tampaknya tidak berhubungan dengan kemungkinan homoseksualitas perempuan.
4.      Ada bukti bahwa kaum homoseksual berbeda dengan jumlah heterosexsuals di wilayah yang sama dari hipotalamus dan struktur otak lain yang berbeda antara pria dan wanita. Dengan demikian, tampaknya, dalam hal yang terbatas sedikit, otak homoseksual menyerupai otak orang heteroseksual dari jenis kelamin yang lain lebih dari orang-orang heteroseksual seks mereka sendiri.
Hormon mengatur otak beberapa orang dengan cara yang meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan homoseksual. Karena perbedaan dalam struktur otak tidak jelas sampai masa pubertas dini, bagaimanapun, mungkin bahwa perbedaan struktur otak bisa menjadi hasil dari perbedaan pengalaman.

DAFTAR PUSTAKA
Lahey, B.B. 2005. Psychology: An Introduction. 11th. New York: McGraw-Hill


MK. Psikologi Umum (Topik : ATTITUDES AND PERSUASION)

ATTITUDES AND PERSUASION A.     Pr asangka dan Stereotype Prasangka adalah attitude yang bersifat berbahaya yang berdasarkan ketid...