MK. Psikologi Umum (Topik : Emosi)


EMOSI
Ada alasan untuk percaya bahwa emosi positif dan negatif yang tidak berlawanan satu sama lain tetapi karakteristik independen emosi. Memang, psikolog David Watson, Auke Tellegen, dan Lee Anna Clark telah menyarankan bahwa semua banyak jenis pengalaman emosional muncul hanya dari kombinasi yang berbeda dari emosi positif dan negatif. Mereka menyarankan bahwa semua emosi dapat ditempatkan pada "peta". Peta tersebut dibuat dengan menggunakan dua dimensi emosi, masing-masing dengan dua "kutub" - mirip dengan utara-selatan dan timur-barat dimensi pada peta geografis. Salah satu dimensi memiliki emosi negatif yang tinggi di satu kutub dan emosi negatif yang rendah di kutub lainnya. Sebagai contoh, kegembiraan dipandang sebagai tingkat tinggi emosi positif dalam kombinasi dengan tingkat netral emosi negatif. Surprise adalah kombinasi dari emosi positif dan negatif cukup tinggi, dan kesedihan adalah kombinasi dari emosi negatif yang tinggi dan emosi positif cukup rendah.
Sejumlah hal penting yang harus dibuat tentang Watson, Tellegen, dan peta emosional Clark. Meskipun emosi positif dan negatif adalah dimensi yang terpisah pada peta (daripada dua ujung dimensi yang sama), emosi tertentu yang kita anggap sebagai "berlawanan" (seperti bahagia dan sedih atau takut dan santai), pada kenyataannya, di posisi yang berlawanan pada peta emosional. Kedua, perhatikan bahwa kemarahan dan ketakutan yang sangat dekat bersama-sama di peta emosional. Ada banyak alasan untuk percaya bahwa ketakutan dan kemarahan adalah, dalam banyak hal, varian emosi yang sama.
            Emosi adalah pengalaman yang memberikan arti dalam hidup, dapat juga berupa perasaan  positif ataupun negatif dalam bereaksi yang berkaitan dengan  fisik dan perilaku. Emosi bukan hanya sebatas “marah”. Ada banyak macam emosi lain seperti, sedih, takut, terkejut, dan lain sebagainya yang dapat dibedakan dalam nilai positif dan negatif.
            Secara garis besar, ada dua jenis emosi, emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif cenderung menghasilkan reaksi yang positif seperti senang. Sedangkan emosi negatif cenderung menghasilkan reaksi yang negatif seperti marah dan sedih. Kedua emosi ini pada dasarnya tidak berlawanan dan justru keduanya saling bergantung.
A.    Three Theories of Emotion
Beberapa psikolog mengemukakan elemen dasar emosi sebagai berikut:
1.      Merupakan sebuah situasi stimulus yang menghasilkan reaksi.
2.      Merupakan suatu tanda positif atau negatif dari pengalaman kesadaran ‘emosi’ yang kita rasakan.
3.      Merupakan keadaan hidup dari psychological arousal yang diproduksi oleh sistem saraf otonomi dan kelenjar endokrin.
4.      Dihubungkan dengan perilaku yang umumnya menyertai emosi.
·         Teori James-Lange
Pandangan umum rasa emosi adalah bahwa stimulus melihat seorang perampok membuat kita sadar merasa takut dan ketakutan membawa kita gemetar dan lari. Namun, William James menyarankan bahwa unsur-unsur emosi terjadi dalam urutan yang berlawanan. Dia percaya bahwa stimulus emosional diarahkan (dengan pusat relay sensorik dikenal sebagai thalamus) langsung ke sistem limbik, yang beroperasi melalui divisi hipotalamus dan simpatik dari sistem saraf otonom untuk mengaktifkan bagian tubuh untuk menangani keadaan darurat (ketegangan otot, berkeringat, peningkatan denyut jantung dan pernapasan, dan sebagainya). Sensasi dari rangsangan ini tubuh kemudian dikirim kembali ke korteks dan menghasilkan perasaan sadar emosi. William James mengungkapkan bahwa emosi terjadi sesudah reaksi fisiologis karena rangsangan di lingkungan. Menurut James, "Kami merasa sedih karena kita menangis, marah karena kita menyerang, takut karena kita gemetar". Beberapa tahun kemudian, sehingga dikenal hari ini sebagai teori emosi James-Lange.
William James menyatakan bahwa stimulus emosional dijalankan oleh sensory relay centre, yang memproses reaksi tubuh terhadap takut melalui hipotalamus dan bagian simpatis pada sistem syaraf otonom. Sensasi dari reaksi tubuh ini kemudian dikirim kembali ke cortex dan memproduksi  apa yang kita rasakan di kesadaran yaitu emosi.
·         Cannon-Bard Theory
Walter Cannon (1927) tidak hanya mengkritik teori James-Lange, dia juga mengusulkan sebuah teori alternatifnya. Teori ini kemudian direvisi oleh Philip Bard (1934) dan  dikenal sebagai  teori emosi Cannon-Bard. Cannon percaya bahwa informasi dari stimulus emosional dikirim ke thalamus terlebih dahulu. Dari thalamus, informasi disampaikan secara bersama ke cerebral cortex. Cerebral cortex menghasilkan pengalaman emosional kepada hipotalamus dan sistem saraf autonom yang menghasilkan gairah psikologis yang membuat “animal” siap untuk bertarung, melarikan diri, atau bereaksi pada suatu hal. Bagi Cannon dan Bard, pengalaman emosional sadar dan gairah psikologis adalah dua kejadian yang serempak dan sangat independen.
·         Cognitive Theory
Teori ketiga, teori emosi yang lebih kontemporer dari sudut pandang interpretasi kognitif stimuli emosional (dari dalam dan luar tubuh) menjadi kunci dalam kejadian emosi. Walaupun sekarang wajar untuk menggolongkan emosi dalam teori kognitif sebagai teori tunggal, sejumlah individu memahami teori dari aspek yang berbeda selama bertahun-tahun. ahli teori inti dari perkembangan teori kognitif tentang emosi adalah Magda Arnold (1960), Albert Ellis (1962), dan Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962). Menurut mereka, proses interpretasi kognitif pada emosi memiliki 2 langkah:
a.    Rangsangan yang berasal dari interpretasi lingkungan
b.   Rangsangan yang berasal dari  interpretasi dari tubuh yang dihasilkan oleh gairah autonom dan gerak
Step 1: interpretation of incoming stimuli. Perspektif kognitif pada interpretasi rangsangan berhubungan dengan filosofi Yunani kuno Epictetus yang mengatakan bahwa “ orang-orang tidak dipengaruhi oleh kejadian, tetapi melalui interpretasi mereka.” Contohnya, jika Anda menerima sebuah kotak yang mengeluarkan suara berdetik, apakah Anda akan senang atau takut? Jika alamat pengirimnya dari musuh bebuyutan Anda, Anda akan mengira kotak itu berisi bom waktu dan merasa takut. Jika alamat pengirimnya adalah sahabat Anda, Anda akan membuka kotak itu dengan perasaan gembira, dengan harapan mendapatkan jam. Dalam kasus ini, interpretasi dari rangsangan, bukan ransangan itu sendiri, menyebabkan reaksi emosional. Jadi, teori kognitif emosi ,informasi dari rangsangan berjalan terlebih dahulu ke cerebral cortex, kemudian diinterpretasikan dan dialami. Pesan dikirim ke sistem limbik dan sistem saraf autonom yang menghasilkan gairah psikologis.
Step 2: interpretation of body stimuli. Emosi adalah rangsangan interpretasi dari dalam tubuh yang dihasilkan dari gairah autonom. Langkah kedua teori kognitif emosi menyerupai rangsangan interpretasi dari dalam tubuh yang menghasilkan gairah autonomi. Teori kognitif menyerupai teori James-Lange dalam menekankan kepentingan rangsangan internal tubuh dalam pengalaman emosi, tetapi lebih jauh menyatakan interpretasi kognitif rangsangan ini lebih penting daripada rangsangan internal.
Schachter dan Jerome Singer (1962), Mereka percaya bahwa gairah emosional tersebar dan tidak spesifik untuk emosi yang berbeda. Maka itu, system saraf autonom dan kelenjar endokrin diaktivasi dalam cara global yang sama tanpa memperhatikan emosi mana yang dialami. Rangsangan internal dari gairah emosional tubuh berperan penting dalam pengalaman emosi, tetapi hanya melalui sebuah interpretasi kognitif dari sumber gairah. Contohnya, jika Anda gugup setelah mendengar suara tembakkan dari tetangga Anda, Anda akan menafsirkan perasaan dari tubuh sebagai rasa takut. Tetapi jika Anda merasa gugup setelah berciuman, Anda akan menafsirkan perasaan itu sebagai cinta.
B.     Role of Learning and Culture Emotion
Kebanyakan psikolog, khususnya yang mempelajari emosi, percaya bahwa dasar dari emosi adalah dibawa sejak lahir dan tidak dipelajari. Pengaruh atau peran budaya dalam emosi ada dua: pertama, Budaya mempengaruhi ekspresi pada saat emosi, contoh: beberapa kebudayaan menganjurkan adanya kebebasan dalam mengekspresikan emosi, namun ada juga kebudayaan lain yang mengajarakan masyarakatnya melalui modeling ( meniru ) dan memberi penguatan untuk menunjukkan sedikit dari emosi mereka pada public. Contohnya : seorang peneliti Paul Ekman (1992) ingin melihat perbedaan ekspresi antara film jepang dan amerika, kemudian ia mengumpulkan film dari kedua negara tersebut dan melihat ekspresi kesakitan yang di tampilkan kedua film berbeda budaya tersebut, dalam penelitiannya itu ia melihat film jepang memperlihatkan kesakitannya lebih mirip dengan senyuman, karena pada budaya jepang mereka cenderung tidak menampakkan emosi negatif.
Kedua, terdapat bukti-bukti akumulatif bahwa orang-orang yang berbeda budayanya, akan menyalurkan emosinya dengan cara yang berbeda pula sesuai dengan reaksi emosi yang dimunculkan. Hal ini menimbulkan pengertian yang sempurna dari perspektif teori kognitif dalam emosi. Stimulus yang sama bisa saja  menghasilkan reaksi emosi yang sangat berbeda  di antara orang yang berbeda budayanya. Itu artinya bahwa perbedaan dalam penafsiran merupakan hasil dari perbedaan budaya diantara orang tersebut.
Klaus Scherer, universitas dari geneva melakukan penelitian dari topik ini dengan mengumpulkan data di 37 negara. di setiap negara, 100 mahasiswa diminta untuk mengingat situasi di mana mereka alami masing-masing tujuh emosi (senang, marah, takut sedih, malu, merasa bersalah, jijik). Mereka kemudian diminta sejumlah pertanyaan tentang bagaimana peristiwa tersebut memicu emosi-emosi mereka. Scherer menemukan kesamaan lebih banyaktetapi ada beberapa perbedaan. Misalnya  mahasiswa dari negara Afrika lebih cenderung memiliki emosi negatif yang disebabkan oleh tindakan orang lain yang tidak bermoral dan tidak adil. sebaliknya, mahasiswa dari Amerika Latin mungkin tidak melihat emosi negatif mereka sebagai akibat dari perilaku tidak bermoral orang lain.
Budaya dalam emosi merupakan lahan penelitian baru, dan para peneliti berjanji untuk memberitahukan lebih banyak lagi tentang emosi manusia.Jika terdapat perbedaan kebudayaan yang penting dalam hal bagaimana kita menyalurkan dan memberi pengertian akan emosi dalam hidup kita, kita harus mengerti perbedaan-perbedaan tersebut.
  1. The Pursuit of Happiness
            Merasakan senang merupakan bagian penting dari perasaan yang membuat kita merasakan makna kehidupan. Kesenangan mengarah kepada kesuksesan dan bahkan hidup yang lebih lama. Menurut penelitian, kebahagian berhubungan dengan kepribadian kita. Orang dengan skor extraversion yang tinggi cenderung lebih bahagia dibandingkan mereka yang rendah skor extraversionnya. Orang dengan skor neuroticism yang rendah juga cenderung lebih bahagia. Gen juga  dianggap memiliki pengauh terhadap kebahagiaan.
Agression: Emotional and Motivational Aspects
            Tidak ada yang spesies lain yang dapat mengalahkan manusia dalam hal agresi. Ada begitu banyak manusia yang mati dikarenakan dibunuh oleh manusia lainnya dalam perang, revolusi, terorisme dan sebagainya.
Ada yang melihat agresi sebagai insting alami, ada yang beranggapan bahwa agresi adalah reaksi alami dari kejadian yanng menekan dan sakit, ada yang beranggapan kalau agresi adalah perilaku yang dipelajari, ada yang beranggapan kalau agresi berasal dari kepercayaan kita.
  1. Freud’s Instinct Theory: The Release of Aggressive Energy
Menurut Freud bahwa semua hewan termasuk manusia, terlahir dengan potensi insting agresi. Insting ini membuat dorongan untuk melakukan tindakan agresif yang harus dipenuhi. Dengan kata lain, mereka menciptakan tekanan tidak nyaman yang harus dikeluarkan.
Aspek yang paling kontroversial dari Teori Insting Freud mengenai agresi adalah keyakinannya bahwa insting energi agresif harus dikeluarkan dalam berbagai cara. Menurut Freud pelepasan agresi dapat dilakukan dengan berbagai cara lain, misalnya melalui persaingan dalam bisnis atau olahraga, menonton olahraga agresi, atau membaca tentang kekerasan. Freud menyebutkan proses dari pelepasan energi insting tersebut dengan katarsis.
  1. Frustration-Aggression Theory
Psikolog lainnya percaya, seperti Freud, bahwa agresi adalah bagian bawaan dari sifat manusia, tetapi mereka tidak setuju bahwa itu berasal dari kebutuhan insting untuk melakukan agresi. Sebaliknya, mereka percaya bahwa agresi adalah reaksi alami dari frustasi motif penting.
  1. Social Learning Theory
            Menurut Freud, manusia memiliki kebutuhan agresi yang harus dikeluarkan. Berdasarkan dari hipotesis frustrasi-agresi, manusia hanya melakukan agresi dalam menanggapi situasi frustrasi atau permusuhan lainnya. Kebalikannya, Albert Bandura (1973) dan teori pembelajaran sosial lainnya percaya bahwa manusia akan agresif jika mereka belajar bahwa itu adalah sebuah keuntungan untuk berlaku agresif. Teori pembelajaran sosial tidak menyangkal bahwa frustrasi dapat membuat kita lebih cenderung menjadi marah dan agresif, tetapi mereka menyatakan bahwa mereka akan bertindak agresif adalah sebagai reaksi terhadap frustrasi hanya jika kita telah belajar untuk melakukannya. Kita harus melihat orang lain sukses dengan agresif, atau kita harus memenangkan kemenangan dari kita sendiri melalui agresi (membuat seseorang berhenti mengganggu kita atau mengambil kepemilikan orang lain) sebelum kita menjadi orang yang agresif.
            Teori pembelajaran sosial bertentangan dengan topik Freud mengenai katarsis. Freud percaya bahwa kita harus menemukan tempat katarsis untuk energi agresif kita demi menjaga dari munculnya agresi yang sebenarnya. Mereka menyarankan beberapa hal seperti berteriak ketika marah, memukul karung tinju, dan bermain game elektronik yang berkaitan dengan kekerasan. Teori pembelajaran sosial berpendapat bahwa kegiatan tersebut tidak akan mengurangi kekerasan melainkan akan meningkat dengan mengajarkan kekerasan kepada manusia (Bandura, 1973).
D.    Cognitive Theory of Aggression
Teori kognitif percaya bahwa keyakinan kita sangat mempengaruhi kemungkinan untuk melakukan kekerasan atau terlibat dalam perang. Enam kepercayaan tersebut adalah:
a. Superiority. Adanya kepercayaan bahwa kelompok tertentu berada di atas kelompok lain untuk agama, ras, atau alasan lain sehingga ada kecenderungan terjadinya kekerasan pada kelompok inferior.
b.Victims of Injustice. Kecenderungan dari kelompok-kelompok tertentu yang mengganggap bahwa mereka adalah kelompok yang selalu dirugikan. Meskipun mereka mungkin memiliki alasan yang baik untuk percaya bahwa mereka telah menjadi korban, kepercayaan ini dapat mengakibatkan pembalasan. Perbuatan pembalasan membuat kelompok lain merasa mereka adalah korban ketidakadilan juga yang membuat mereka terlibat dalam tindakan baru agresi.
c. Vulnerability. Adanya kepercayaan bahwa suatu kelompok rawan terhadap serangan membuat kelompok tersebut jauh lebih agresif.
d. Distrust. Adanya kepercayaan bahwa kelompok yang satu tidak baik dan dapat menyerang kelompok lain. Biasanya kelompok tersebut digambarkan sebagai musuh jahat yang dapat mengganggu kelompok lain.
e. Helplessness. Adanya kepercayaan bahwa suatu kelompok tidak dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dengan cara negosiasi. Bahkan beberapa negara beranggapan bahwa tidak akan ada kesepakatan yang terbentuk jika tidak dengan cara kekerasan atau perang.
f. Sanctions of God. Ada kelompok tertentu yang beranggapan bahwa Tuhan menginginkan mereka untuk membunuh kelompok lain dengan imbalan surga untuk mereka. Mereka lebih cenderung untuk terlibat dalam kekerasan.

7.      Violent Youth Gangs
            Perilaku agresif remaja berawal dari orang tua yang memberi hukuman kepada anak-anak mereka. Anak-anak cenderung bereaksi dengan menjadi lebih agresif untuk melawan perilaku agresif yang mereka terima. Pada akhirnya para orang tua akan mengurangi pengawasan terhadap anak-anaknya yang mereka anggap sudah sulit diatur, mengakibatkan para remaja tersebut memiliki keleluasaan dalam bergabungdengan kelompok-kelompok yang biasa dikenal dengan sebutan geng.
Remaja-remaja yang tergabung dalam geng biasanya memiliki pemikiran bahwa mereka adalah orang-orang yang diasingkan oleh teman dan keluarga. Dalam diri mereka timbul suatu sikap yang selalu menganggap mereka berbeda dengan orang lain. Mereka memiliki cara penyelesaian masalah yang selalu dibarengi dengan kekerasan.
Sayangnya, geng menyediakan tempat untuk mendorong perasaan yang kuat dari “kita” versus “mereka”. Geng mendorong anggota mereka untuk membenci dan merendahkan anggota geng lain dan menganggap mereka sebagai “menentang tentara”. Konflik antar geng saingan yang dibuat lebih sering dan intens karena penjualan obat.
Seperti kita semua, anggota di geng tersebut hidup dalam masyarakat yang mendorong mereka dengan pesan bahwa kekerasan adalah cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah. Mereka melihatnya dari acara TV, film, dan hanya dengan melihat kekerasan di rumah mereka dan tetangganya.

DAFTAR PUSTAKA
Lahey, B.B. 2005. Psychology: An Introduction. 11th. New York: McGraw-Hill

No comments:

Post a Comment

MK. Psikologi Umum (Topik : ATTITUDES AND PERSUASION)

ATTITUDES AND PERSUASION A.     Pr asangka dan Stereotype Prasangka adalah attitude yang bersifat berbahaya yang berdasarkan ketid...